Zenith dan Nadir

Yang terpintal dalam segala ihtifal,

Dalam dinding-dinding okultasi irasional,

Bermuara dalam aliran akal,

Semacam diferensial,

Kaum feodal

Kau Zenith dan aku Nadir,

Kau bak batuan safir sedang aku hanya tiara berbungkus pasir

Kita terpisah dalam lautan horizon yang berdesir

Dengan hembusan ego yang kian menghilir

Camkan! Aku tak akan berhenti menggumamkan dzikir

Walau kau tindas aku sampai menganak air

Roda akan terus bergulir.

Kau Zenith dan aku Nadir,

Tak ada satu pun konstelasi tanpa kehendak illahi

Tak ada suatu fusi yang mampu menciptakan detak nadi

Namun semua itu tak ada arti bagi kaum penganut arogansi

Karena aku percaya suatu hari,

Dimana kau akan menyadari,

Istilah ‘harga diri’ itu mati.

Jika setumpuk asa tak mampu membuka batas-batas cakrawala,

Jika kekuatan raga tak sanggup menahan panasnya korona,

Jika mimpi tak mampu menggetarkan seisi Bimasakti,

Jika dengan akhir nafas tak dapat mengalahkan luminositas,

Aku punya do’a yang dapat menembus rongga-rongga nebula,

Kau Zenith dan aku Nadir, kita terpisah dalam lautan horizon yang berdesir.

Blitar, 4 Juli 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *