Artikel

TM-NEC | HIDUP

Oleh : Queen Firdausi
Pic : Sesawi.net

Dulu saat saya berumur empat tahun ibu berkata kepada kakak, “Mas udah jangan nangis terus anak lanang kudu kuat, kudu tanggung jawab, opo maneh pean anak mbarep, kudune dadi contoh gawe adik-adike, mpon mboten nopo-nopo sakniki mundut sapu kaleh cikrak trus diberseni belinge.” Saat itu kami sedang asyiknya bermain maling-malingan di rumah bersama dua anak tetangga, saking asyiknya waktu lari kakak nggak sengaja nyenggol vas bunga yang akhirnya jatuh dan pecah, karena takut ibu marah tangis kakak juga ikut pecah.
Cerita singkat tadi adalah sepenggal dari sekian banyak koleksi masa lalu saya, dan saya yakin Anda juga punya. Lalu apa yang terjadi jika tidak ingat dengan peristiwa yang dulu? apa masih bisa disebut masa lalu? Jawabannya bisa karena pada dasarnya saya dan Anda mustahil dengan ketiadaan masa lalu dan mustahil juga untuk mengingat semua yang telah terjadi. Biasanya yang berkesan akan lebih membekas dalam memori, akan jauh lebih sulit untuk di-lali.
Timbul pertaanyaan kenapa kita mustahil dari ketiaadan masa lalu? Iya simple saja karena jam terus berputar, pagi ke siang, siang ke malam, malam ke pagi lagi. Sebagai lumrahnya orang hidup kita pasti bergerak, beraktivitas, melakukan suatu hal, bahkan mengulang-ulang hal tersebut setiap harinya. Guru saya pernah mengatakan “Tidak perlu jauh-jauh pergi ke sepuluh tahun yang lalu, Anda mundur sedetik ituloh masa lalu.” Memangnya buat apa Anda berfoto saat diwisuda, saat pergi ke salah satu wisata kalau tidak untuk dibuat kenang-kenangan yakan, “Eh elu ngga percaya banget sih, lho ini lo gaes saksi bisu kalo gua pernah ke bromo.” – fenomena zaman sekarang di mana ucapan akan terdengar bullshit dan mereka lebih percaya pada pap (foto) dari pada kata sahabatnya sendiri. Sungguh miris ketika harga sebuah kata (ucapan) jauh lebih rendah dari sebuah barang (foto).
Sekali lagi saya minta tepuk tangannya buat negara yang bersemboyan Bhinneka Tungga Ika ini, di mana segala macam orang boleh hidup di sini, dari yang alay sok asyik, hobi selfi bermuka dua, sampai yang paling ingat tuhannya tapi lupa tetangganya. Bukan tepuk tangan buat itu, namun tepuk tangan untuk negara kita yang di mana segala macam warna bebas untuk berkibar mewarnai langit-langit burung garuda. G.J Wolhos berkata :

“Hak Asasi Manusia merupakan sejumlah hak yang sudah melekat serta mengakar dalam diri setiap manusia di dunia dan hak-hak tersebut tidak boleh dihilangkan, karena menghilangkan Hak Asasi Manusia orang lain sama dengan menghilangkan derajat kemanusiaan.”

Setiap manusia harus merdeka atas pilihannya, dia berhak atas segala apa yang mencakup lingkup dirinya sendiri, namun Hak Asasi Manusia tidak berjalan sendirian, di sana dia diiringi dengan kewajiban serta norma-norma yang berlaku, jika Anda menuntut hak anda menjadi manusia, maka jangan lupa akan kewajiban serta kode etik moral layaknya manusia. Maksudnya di sini harus seimbang, dan penyeimbang kebebasan kita agar tidak bablas adalah sebuah peraturan atau dengan kata lain peraturan adalah setengah dari kehidupan.
Karena salah satu sebab dari perpecahan adalah terlalu banyaknya warna tanpa diiringi sebuah metode dan kesadaran nurani untuk menjaga satu kesatuhan. Hidup dengan akal saja tidak cukup, perihal nurani itu dari hati, dari jiwa yang peka akan rasa, jika rasa tidak pernah Anda asah, hidup tanpa cinta adalah hal yang tabu, karena sesungguhnya jalan menuju damai sendiri adalah kokohnya cinta itu sendiri.
Tapi pada nyatanya saat ini, pertikaian atau konflik tidak dapat dihapuskan di muka bumi, seakan-akan manusia adalah sumber masalah itu sendiri, memang iya. Karena pada dasarnya kebanyakan realita peperangan terjadi berlandaskan wujud emosi manusia yang rakus (sifat dasar manusia). Merasa belum puas terhadap wilayah yang telah dimiliki akhirnya terjadi peperangan untuk saling memperebutkan wilayah kekuasaan, selalu merasa kurang dengan harta yang telah digenggamannya akhirnya korupsi terjadi.
Coba bayangkan bila di negeri ini dalam keadaan damai-damai saja, di sini bukan berarti saya menginginkan konflik yang memburuk juga, tetapi ayolah kita
semua tahu berlebih-lebihan dalam hal apaun itu tidak baik, dan itu tidak dibenarkan. Makan itu baik untuk tubuh sebagai kelangsungan hidup, namun jika makan secara berlebihan juga akan membahayakan bagi tubuhnya sendiri. Konflik di dunia tidak dapat dihapuskan, yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir agar tidak sampai memburuk. Anda juga tidak bisa menuntut semua orang untuk menyukai Anda, meskipun Anda sudah baik kepada semua orang. Mungkin di sini kita sama-sama mencari apa yang benar saja bukan siapa yang benar.
Benar atau salah, baik atau buruk, kita hidup tidak lepas dari dua itu. Namun, perlu kita ketahui juga bahwa pada dasarnya tidak ada seseorang yang sengaja berbuat salah, orang pasti berbuat benar menurut dia (tergantung tujuannya). Maksudnya semua orang pasti ingin berbuat benar asal kau tahu ke mana tujuannya karena setiap sesuatu yang dilakukan akan menuju ke suatu tempat, bahwa tujuanmu yang berbeda yang membuat kamu melihat dan memvonis perbuatan orang lain salah. Kalau kamu memahami arah dia, oh begini, arahnya ke sana, ketika kamu sudah tahu kamu akan paham kebenaran dia dan kamu paham dunia dia. Kalau kata cak nun : “sing fleksibel to, rumus tidak berjalan untuk semua orang (setiap orang rumusnya berbeda-beda), mengapa? karena personalitasnya berbeda setiap manusia, identitas setiap manusia juga berbeda (semua orang lahirnya beda, orang tuanya beda, lingkungannya beda, pengalaman hidupnya pun berbeda) sehingga rumusnya pun juga berbeda setiap manusia, walaupun kita bisa nyontoh dari orang lain, tapi kita harus memodifikasi agar pas dengan kita. Dalam melangkah itu pasti terjadi bener-salah, tapi percayalah bahwa kamu tidak akan mencapai kebenaran, karena sumua kebenaran yang kau fahami sekarang adalah kesalahan yang belum kau fahami.” Personalitas adalah apa yang diberikan Tuhan untuk kita tanpa bisa kita tawar, contohnya : jenis kelamin, warna kulit, bentuk rupa, rambut dan segala macam. Identitas adalah segala apa yang kita serap, sifatnya bisa berubah setiap saat, maksudnya yang diserap adalah berupa asupan makanan dan asupan pikiran yang secara tidak langsung akan menjadi bagian dari diri kita, yang kita mandiri dan daulat untuk memutuskannya (mengambilnya atau tidak). Dan pada intinya perbedaan tidak dapat ditahan, perbedaan adalah sesuatu yang pasti terjadi. Seperti halnya pelangi, dia indah karena perbedaannya, perbedaan itu tidak buruk.
Keluasan berfikir itu membuat kita bisa memahami identitas dan personalitas yang lain. Saya ingat gagasan vokalis Letto, dia pernah berkata :

“Sehingga kalau kita semakin banyak mengerti faham kebenaran orang lain, menurut saya itu sebagai modal utama untuk memahami tajalli Tuhan yang bermacam-macam, salah satu cara mendekati Tuhan adalah memahami ciptaannya, ora gampang bener-salah, karena menurut saya kita semua sesama siswa dan sesama siswa tidak bisa mengisi rapot teman, yang bisa ngisi cuma Tuhan, lebih baik saling belajar mencari apa yang benar bukan mencari siapa yang benar.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *